Anakku, Anugrah Terindah

 **Judul: Anakku, Anugerah Terindah**


Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah hijau, hiduplah seorang ayah bernama Pak Wiryo dan istrinya, Bu Sari. Mereka memiliki seorang anak laki-laki bernama Bima. Sejak kecil, Bima tidak pernah menunjukkan prestasi yang mencolok seperti anak-anak lain di desa itu. Ia bukan juara kelas, tidak memenangkan lomba-lomba, dan tidak kuliah di universitas ternama seperti anak-anak para tetangganya.


Setiap kali ada pertemuan keluarga atau acara desa, Pak Wiryo dan Bu Sari sering mendengar perbandingan dari orang-orang sekitar. "Anak Pak Seno sekarang jadi dokter di kota," kata seorang tetangga. "Anak Bu Rina sudah sukses punya usaha sendiri di ibu kota," tambah yang lain. Kalimat-kalimat itu, meskipun tidak ditujukan langsung kepada mereka, membuat hati Pak Wiryo dan Bu Sari terasa pedih. Mereka mulai bertanya-tanya, "Apakah Bima tidak cukup baik?"


Suatu hari, ketika sedang duduk di beranda rumah, Pak Wiryo melihat Bima membantu seorang nenek tua menyeberang jalan. Ia juga sering melihat putranya membantu tetangga membawa hasil panen, memperbaiki rumah warga yang bocor, dan mengajari anak-anak kecil membaca. Meskipun ia tidak memiliki gelar tinggi atau kekayaan berlimpah, Bima memiliki hati yang penuh kebaikan.


Suatu malam, ketika makan malam bersama, Bu Sari bertanya dengan lembut, "Nak, apakah kamu bahagia dengan hidupmu sekarang?"


Bima tersenyum dan menjawab, "Iya, Bu. Aku mungkin tidak punya pekerjaan bergaji besar atau rumah mewah, tapi aku bahagia bisa membantu orang-orang di sekitar kita. Aku merasa hidupku punya arti."


Jawaban itu membuat Pak Wiryo dan Bu Sari tersadar. Mengapa mereka harus membandingkan anak mereka dengan orang lain? Bukankah setiap anak memiliki jalannya sendiri? Mereka mulai melihat bahwa kebahagiaan bukan hanya tentang gelar atau harta, tetapi juga tentang bagaimana seseorang bisa memberikan makna bagi hidupnya dan orang lain.


Sejak hari itu, Pak Wiryo dan Bu Sari berhenti merasa iri atau minder. Mereka bersyukur memiliki anak seperti Bima—anak yang berhati mulia dan selalu siap membantu tanpa pamrih. Mereka menyadari bahwa setiap anak adalah anugerah, dan tugas orang tua bukanlah membandingkan, melainkan mendukung dan mencintai mereka apa adanya.


Dengan penuh syukur, mereka pun berkata dalam hati, "Terima kasih, Tuhan, telah menghadirkan Bima dalam hidup kami. Ia mungkin bukan yang terbaik menurut dunia, tapi ia adalah yang terbaik bagi kami."


Dan sejak saat itu, hati mereka dipenuhi dengan ketenangan dan kebanggaan yang tulus.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Djie Sam Soe Superhero

Cerpen Minggu Pagi